Kamis, 05 Maret 2009

Konsep Mu'allaf dalam Al-Qur’an

Judul: Konsep Mu'allaf dalam Al-Qur’ān

(Studi terhadap Tafsir al-Manār Karya M. Rasyid Ridha)

Oleh: Imam Mutaqien


ABSTRAK


Dalam tafsir-tafsir klasik dan pertengahan, kaum laki-laki digambarkan lebih superior dibanding perempuan, ayat yang dijadikan legitimasi dari hal tersebut adalah Q.S. al-Nisa>’(4): 34. Ayat ini juga dipahami sebagai legitimasi kepemimpinan laki-laki atas perempuan (secara umum), padahal term-term yang digunakan al-Qur'an untuk mengungkapkan istilah kepemimpinan adalah: khilafah dan derivasinya diulang sembilan kali, kemudian ima>mah dan derivasinya diulang empat kali, wali> dan derivasinya diulang lima kali, dan al-mulk dan derivasinya diulang lima kali, dilihat dari redaksi dan asba>b al-nuzu>lnya ayat tersebut berbicara masalah kepemimpinan dalam konteks keluarga.Dari permasalahan diatas menarik untuk dicermati dan diteliti secara obyektif. Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis mengkaji secara kritis mengenai apakah kelebihan sebagian laki-laki atas sebagian perempuan itu bersifat fitri atau kasbi menurut perspektif al-Qur’an?, dan implikasinya apabila kelebihan itu bersifat fitri atau kasbi?, serta bagaimana maksud dari Q.S. al-Nisa>’(4): 34 dengan kajian semantik?.

Kajian penulis dalam penelitian ini berada pada wilayah teks al-Qur’an dengan menggunakan kajian linguistik yaitu kajian semantik, signifikansi dari penelitian ini adalah untuk melihat secara kritis maksud dari Q.S. al-Nisa>’(4): 34 dengan kajian semantik yang secara etimologi merupakan ilmu yang berhubungan dengan fenomena makna. Dalam hal ini penulis menggunakan semantik leksikal, dengan topik kajian teori medan makna yaitu perbendaharaan kata dalam suatu bahasa memiliki medan struktur yang dapat dianalisis secara diakronis, dan paradigmatik. Teori ini berhubungan dengan kolokasi yaitu hubungan makna kata yang satu dengan kata yang lain memiliki hubungan ciri yang relatif tetap.

Dari penelitian ini ditemukan, bahwa sebenarnya Q.S. al-Nisa>’(4): 34 tidak tepat dijadikan legitimasi kepemimpinan laki-laki atas perempuan (secara umum), karena ayat ini berbicara mengenai kepemimpinan dalam konteks keluarga, dibuktikan dengan adanya penyebutan pemberian nafkah dalam ayat tersebut. Secara normatif pemberian nafkah hanya wajib diberikan dalam jalinan dan ikatan rumahtangga. Dalam ayat tersebut, kata qawwa>mu>na tidak berkolokasi dengan kata al-z\akar tetapi berkolokasi dengan al-rija>l. Dalam al-Qur’an istilah yang digunakan untuk menyebutkan laki-laki dan perempuan ada dua jenis yang pertama al-rija>l dan al-nisa>’ (digunakan untuk menyebut laki-laki dan perempuan dalam arti gender), yang kedua al-z\akar dan al-uns\a (digunakan untuk menyebut laki-laki dan perempuan dalam arti jenis kelamin). Penggunaan kata fad}l dalam al-Qur’an tidak selalu menunjukkan kelebihan yang absolut karena ukuran kemuliaan di sisi Tuhan adalah prestasi dan kualitas tanpa membedakan etnik dan jenis kelamin. Sedangkan kelebihan laki-laki atas perempuan adalah bersifat kasbi, karena bersifat kasbi perempuan memperoleh peluang yang sama dengan laki-laki sesuai dengan fungsinya masing-masing yang saling melengkapi satu sama lain, sebagaimana disebutkan dalam Q.S. al-Baqarah(2): 187. dan Q.S. al-Nisa>’(4):124.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kabar Terakhir

Kamis, 27 September 2007 BEDAH FILM "BABLE" Pada 21 September 2007 lalu, BEM Jurusan Tafsir dan Hadis mengadakan Bedah Film ”Babel” dengan pembedah Najib Kaelani. Tidak hanya itu, ”pembedahan” juga dilakukan oleh BEM jurusan itu dengan bentuk Bedah Skripsi Mahasiswa, Bedah Wacana, dan Bedah Disertasi. Bedah skripsi yang belum lama digelar adalah skripsi bertajuk ”Kelas Sosial dalam al-Qur’an”, sedangkan bedah wacana mengambil tema ”Pergeseran Paradigma Penafsiran al-Qur’an”. Sementara itu, bedah disertasi dilakukan oleh Millah Ibrahim pada karya Dr. Waryono Abdul Ghafur. Menurut Ketua BEM Jurusan Tafsir dan Hadis, Lien Iffah Naf’atu Fina, kegiatan ”pembedahan” itu akan terus dilakukan untuk pengembangan keilmuan dan wawasan mahasiswa Jurusan Tafsir dan Hadis. ”Kami juga menerbitkan buletin Jum’at bernama Al-Burhan yang terbit satu bulan sekali dan sampai saat ini sudah terbit tiga kali. Buletin itu kami buat untuk menjadi wadah kemampuan menulis mahasiswa TH sekaligus menjadi sumbangsih kami bagi dunia TH dalam menyelesaikan problem perspektif di TH, ” jelas Lien, gadis berkaca mata itu, ketika menutup laporannya. (AS) sumber: Admin TH (Tafsir Hadits)